Kehidupan Ekonomi Bangsa Indonesia Di Masa Demokrasi Terpimpin
Seiring dengan perubahan politik menuju
demokrasi terpimpin maka ekonomipun mengikuti ekonomi terpimpin. Sehingga
ekonomi terpimpin merupakan bagian dari demokrasi terpimpin. Dimana semua
aktivitas ekonomi disentralisasikan di pusat pemerintahan sementara daerah
merupakan kepanjangan dari pusat. Langkah yang ditempuh pemerintah untuk menunjang
pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut.
1. Pembentukan
Badan Perencana Pembangunan Nasional
Untuk melaksanakan pembangunan ekonomi di
bawah Kabinet Karya maka dibentuklah Dewan Perancang Nasional (Depernas) pada
tanggal 15 Agustus 1959 dipimpin oleh Moh. Yamin dengan anggota berjumlah 50
orang.
Tugas Depernas :
- Mempersiapkan
rancangan Undang-undang Pembangunan Nasional yang berencana
- Menilai
Penyelenggaraan Pembangunan
Hasil yang dicapai, dalam waktu 1 tahun
Depenas berhasil menyusun Rancangan Dasar Undang-undang Pembangunan Nasional
Sementara Berencana tahapan tahun 1961-1969 yang disetujui oleh MPRS. Mengenai
masalah pembangunan terutama mengenai perencanaan dan pembangunan proyek besar
dalam bidang industri dan prasarana tidak dapat berjalan dengan lancar sesuai
harapan. 1963 Dewan Perancang Nasional (Depernas) diganti dengan nama Badan
Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dipimpin oleh Presiden Sukarno.
2. Penurunan Nilai Uang
Tujuan dilakukan devaluasi :
- Guna membendung
inflasi yang tetap tinggi
- Untuk mengurangi
jumlah uang yang beredar di masyarakat
- Meningkatkan nilai
rupiah sehingga rakyat kecil tidak dirugikan.
Maka pada tanggal 25
Agustus 1959 pemerintah mengumumkan keputusannya mengenai penuruan nilai
uang (devaluasi), yaitu sebagai berikut.
- Uang kertas pecahan
bernilai Rp. 500 menjadi Rp. 50
- Uang kertas pecahan
bernilai Rp. 1.000 menjadi Rp. 100
- Pembekuan semua
simpanan di bank yang melebihi Rp. 25.000
Tetapi usaha pemerintah tersebut tetap tidak mampu
mengatasi kemerosotan ekonomi yang semakin jauh, terutama perbaikan dalam
bidang moneter. Para pengusaha daerah di seluruh Indonesia tidak mematuhi
sepenuhnya ketentuan keuangan tersebut.
Pada masa pemotongan nilai uang memang berdampak pada
harga barang menjadi murah tetapi tetap saja tidak dapat dibeli oleh rakyat
karena mereka tidak memiliki uang. Hal ini disebabkan karena :
- Penghasilan negara
berkurang karena adanya gangguan keamanan akibat pergolakan daerah yang
menyebabkan ekspor menurun.
- Pengambilalihan
perusahaan Belanda pada tahun 1958 yang tidak diimbangi oleh tenaga kerja
manajemen yang cakap dan berpengalaman.
- Pengeluaran biaya
untuk penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962, RI sedang mengeluarkan
kekuatan untuk membebaskan Irian Barat.
3. Kenaikan
Laju Inflasi
Latar Belakang meningkatnya laju inflasi :
- Penghasilan
negara berupa devisa dan penghasilan lainnya mengalami kemerosotan.
- Nilai
mata uang rupiah mengalami kemerosotan
- Anggaran
belanja mengalami defisit yang semakin besar
- Pinjaman
luar negeri tidak mampu mengatasi masalah yang ada
- Upaya likuidasi
semua sektor pemerintah maupun swasta guna penghematan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan anggaran belanja tidak berhasil
- Penertiban
administrasi dan manajemen perusahaan guna mencapai keseimbangan keuangan tak memberikan banyak pengaruh
- Penyaluran kredit
baru pada usaha-usaha yang dianggap penting bagi kesejahteraan rakyat dan
pembangunan mengalami kegagalan.
Kegagalan-kegagalan tersebut disebabkan karena:
- Pemerintah tidak
mempunyai kemauan politik untuk menahan diri dalam melakukan pengeluaran.
- Pemerintah
menyelenggarakan proyek-proyek mercusuar seperti GANEFO (Games of
the New Emerging Forces ) dan CONEFO (Conference of the New
Emerging Forces) yang memaksa pemerintah untuk memperbesar pengeluarannya
pada setiap tahunnya.
Dampaknya :
- Inflasi semakin
bertambah tinggi
- Harga-harga semakin
bertambah tinggi
- Kehidupan masyarakat
semakin terjepit
- Indonesia pada tahun
1961 secara terus menerus harus membiayai kekeurangan neraca pembayaran dari
cadangan emas dan devisa
- Ekspor semakin buruk
dan pembatasan Impor karena lemahnya devisa.
- 1965, cadangan emas
dan devisa telah habis bahkan menunjukkan saldo
negatif sebesar US$ 3 juta sebagai dampak politik
konfrontasi dengan Malaysia dan
negara-negara barat.
Kebijakan Pemerintah :
- Keadaan defisit
negara yang semakin meningkat ini diakhiri pemerintah dengan pencetakan uang
baru tanpa perhitungan matang. Sehingga menambah berat angka inflasi.
- 13 Desember 1965 pemerintah
mengambil langkah devaluasi dengan menjadikan uang senilai Rp. 1000 menjadi Rp.
1
Dampaknya dari kebijakan pemerintah tersebut :
- Uang
rupiah baru yang seharusnya bernilai 1000 kali lipat uang rupiah lama akan
tetapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai sekitar 10 kali lipat
lebih tinggi dari uang rupiah baru.
- Tindakan moneter
pemerintah untuk menekan angka inflasi malahan menyebabkan meningkatnya angka inflamasi.
Komentar
Posting Komentar